Tugu Yogya Golong Gilig |
Yogjakarta atau Jogja sebuah daerah yang terletak di kawasan pulau Jawa, tempatnya diantara Provinsi Jawa Tengah. Jogja memiliki keistimewaan daripada kota lain yang ada di Indonesia. Jogja memiliki satu kota madya yaitu Yogjakarta dan empat kabupaten, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Bantul.
Jogja menjadi kota istimewa tidak serta merta begitu saja, dalam sejarahnya Jogja pertama kali dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengkubuwana I dengan julukan Ngayogyakarta Hadiningrat yang diresmikan pada tahun 13 maret 1755.
Pada masa awal berdirinya kota Jogja, pusat pemerintahan berada di Hutan Beringin Desa Pachetokan, tidak lama berselang Sri Sultan Hamengkubuwana I memerintahkan rakyat untuk membabad hutan tersebut untuk dijadikan wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 7 Oktober 1756 bersamaan dengan Berdirinya Kesultanan Ngayogyakarta Diningrat diantara sungai Winongo dan sungai Code yang letaknya strategis dari penunjang segala bidang kehidupan. Di sebelah utara Kraton berbatasan Gunung Merapi, dan sebelah selatan berbatasan dengan Pantai Laut Selatan.
Sri Sultan Hamengkubuwana I membangun Kraton Ngayogyakarta dengan pertimbangan lahan yang strategis agar bisa memberikan kesejahteraan penduduk Yogyakarta. Dalam filosofinya Kraton Yogyakarta di dirikan setelah Sri Sultan Hamengkubuwana I melakukan perjanjian Giyanti. Perjanjian Giyanti adalah pembagian kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Sebelum menduduki wilayah Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono I bersinggah di Pesanggrahan Ambar Ketawang Kecamatan Gamping Sleman Yogyakarta.
Didalam Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, terdapat tempat tinggal Sri Sultan, keluarga, beserta abdi dalem, dan beberapa kebudayaan seperti Kereta Kencana yang digunakan sebagai transportasi. Pada area Kraton terdapat istilah Catur Sagotra yaitu konsep kosmologi Jawa yang memiliki empat elemen penting, yaitu Kraton sebagai bidang politik, Masjid Gedhe sebagai bidang keagamaan, Pasar Beringharjo sebagai bidang perekonomian, dan Alun-alun sebagai bidang sosial.
Pada masa kini Yogyakarta masih memiliki keistimewaan selain Kesultanan. Hal itu sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta. Salah satu keistimewaannya adalah terdapat Pasukan Keamanan (PAM) Budaya yang berfungsi sebagai penyelenggaraan pertahanan dan keamanan. Dalam hal lembaga pemerintah daerah lingkup kecamatan dan kelurahan di Yogyakarta memiliki sebutan Kemantren-Kapenewon.
Mari menyimak penjelasan lebih lanjut, agar mendapatkan ilmu pengetahuan baru mengenai Kota Yogyakarta.
Abdi Dalem
Dalam menjalankan Kesultanan Ngayogyakarta, memerlukan aparatur yang membantu menjalankan pemerintahan di Kesultanan. Salah satunya adalah Abdi Dalem yang bertugas membantu berjalannya pemerintahan di Kesultanan. Selain menjalankan pemerintahan Abdi Dalem juga sebagai suri tauladan bagi masyarakat Yogyakarta. Dalam setiap tindakan Abdi Dalem menjujung tinggi unggah-ungguh dan tata krama. Abdi Dalem Kesultanan Ngayogyakarta memiliki ciri khas memakai baju adat Yogyakarta dan bagi perempuan dilarang menggunakan perhiasan. Karena Abdi Dalem setara tanpa ada pembeda dalam setiap kedudukannya. Sebutan "kanca" yang berarti teman atau saudara melekat pada diri Abdi Dalem.
Abdi Dalem dibagi menjadi dua golongan yaitu Punakawan dan Kaprajan. Abdi Dalem Punakawan menjalankan tugas pada area Kraton. Selain itu Abdi Dalem punakawan dibagi menjadi dua golongan lagi, pertama Abdi Dalem Punakawan Tepas mengabdi selayaknya pegawai yang bekerja di kantor, sedangkan Abdi Dalem Punakawan Caos hanya menghadap ke keraton setiap periode sepuluh hari sekali. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan tanda hormat dan kesetiaan sebagai abdi.
Abdi Dalem Keprajan berasal dari pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang dijadikan Abdi Dalem. Abdi Dalem Keprajan mendarmabaktikan waktu, ilmu dan tenaganya untuk membantu keraton secara suka rela.
Abdi Dalem Keparak ini lebih dekat dengan Sultan, karena tugasnya dalam lingkup Kraton dalam, menyiapkan keperluan upacara Kesultanan, menjaga aji-ajian, menyiapkan keperluan Sultan, permaisuri dan putra-putrinya.
Untuk menjadi Abdi Dalem, memerlukan masa magang selama dua tahun, jika memenuhi kriteria dan unggah-ungguh melekat pada dirinya. Jika layak menjadi Abdi Dalem maka diadakan proses wisuda Abdi Dalem yang dilakukan dua tahun sekali pada Bukan Bakda Mulud dan Syawal.
Jika terdapat Abdi Dalem yang sudah Sepuh atau tidak mampu (sakit) menjalankan tugasnya dalam mengabdi kepada Kesultanan maka disebut dengan Miji pemberhentian menjadi Abdi Dalem. Tetapi hal demikian jarang terjadi di Kesultanan Ngayogyakarta, karena dari awal para Abdi Dalem berniat untuk mengabdi kepada Kesultanan Ngayogyakarta hingga akhir hayat.
Credo watak ksatria melekat kuat didalam hati Abdi Dalem, yang dicetuskan oleh Sultan Hamengkubuwana I yang berisi tentang, Nyawiji fokus dan selalu berserah kepada tuhan YME. Greget, penuh penghayatan & penjiwaa. Sengguh, percaya diri. Ora mingkuh, tidak gentar menghadapi ujian dan hambatan. Dengan adanya Abdi Dalem diharapkan menjadi contoh dan teladan untuk tetap melestarikan unggah-ungguh bagi masyarakat Yogyakarta maupun contoh bagi masyarakat Indonesia sendiri, mengingat diera sekarang budaya modern kian merambah cepat.
Kereta Kencana
Keistimewaan lain dari Kesultanan di Yogyakarta adalah kendaraan kereta kencana, jika ada Sri Sultan yang wafat , maka diiringi dengan Andong besar atau kereta kencana yang dilapisi emas. Kereta kencan ini khusus digunakan sebagai kendaraan pengiring atau pemakaman Sri Sultan Yogyakarta, selain Sri Sultan tidak menggunakan kereta Kencana dalam menuju pemakaman, para keluarga dan anak-anak Sri Sultan tetap menggunakan mobil ambulan.
Kereta Kencana tersebut di tarik oleh enam kuda, dengan perjalanan 26 kilo meter dari Kraton Ngayogyakart, menuju pemakaman Hasturenggo Imogiri Bantul. Pemakaman tersebut hingga menempuh perjalanan 26 kilo meter, dikarenakan letak Hasturenggo Imogiri Bantul yang berada pada dataran tinggi di Yogyakarta. Pengiringan dengan kereta kencana terakhir dilakukan pada tahun 1988 saat wafatnya Sri Sultan Hamengkubuwana IX.
Pasukan Keamanan (PAM) Budaya
PAM Budaya atau Pasukan Keamanan Budaya merupakan kelompok yang dibentuk langsung oleh Kesultanan Ngayogyakarta. Tujuannya ialah memberikan rasa aman dan nyaman khususnya pada area Kraton Yogyakarta.
Pasukan Keamanan Budaya biasanya melakukan patroli dan menjaga keamanan di area Titik Nol Yogyakarta dan Alun-alun utara yang berdekatan dengan Kraton Yogyakarta. Kawasan wisata tersebut terkadang rawan kejahatan, seperti maling, copet dan kehilangan harta benda lainnya. Maka dari itu sebagai bentuk tanggungjawab Kesultanan Ngayogyakarta, dibentuklah Pasukan Keamanan Budaya (PAM Budaya) fungsi dan tugas PAM Budaya sama halnya dengan Satuan Polisi Pamong Praja, Polisi dan Babinsa, namun PAM Budaya di bentuk khusus oleh pihak Kesultanan Ngayogyakarta.
Ada kalahnya PAM Budaya menjembatani laporan tindakan kriminal atau kehilangan barang-barang yang akan dilimpahkan kepada pihak berwajib yaitu polisi.
Kemantren dan Kapenewon
Kemantren adalah nama lain dari kecamatan di Kota Jogja, karena Jogja adalah daerah istimewa maka di sebut dengan Kemantren yang dipimpin oleh Mantri Pamong Praja (kepala camat) dan Mantri Anom (Sekretaris). Kemantren di Kota Jogja terdiri dari 14 Kemantren yaitu Kemantren, wirobrajan, Ngampilan, Matrijeron, Mergantran, Gondomanan, Kraton, Umbulharjo, Kota gede, Pakualaman, Danurejan, Jetis, Tegal Rejo, Gondokusuman, Gedongtengen. Dari setiap kemantren memiliki ciri khas dan sejarah yang menarik dan patut di ketahui khalayak umum, karena keistimewaan Jogja tidak hanya wisatanya.
Berbeda pula penyebutan kecamatan di wilayah Kabupaten Jogja disebut dengan Kapenewon, yang dipimpin oleh Panewu (kepala camat) dan Panewu Anom (sekretaris). Perubahan istilah tersebut untuk menjalankan UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Maka dari itu istilah pemerintah dan daerah Yogyakarta memiliki filosofis yang unik sehingga sering dikenal oleh masyarakat sebagai Kota Istimewa.
Dari banyak penjelasan keistimewaan Kota Yogyakarta tersebut, dapat dijadikan ilmu pengetahuan baru, mengapa Yogyakarta menjadi kota Istimewa, tidak sekedar mengenal wisatanya saja. Mengenal sejarah daerah merupakan suatu kewajiban, siapa lagi kalo bukan para generasi muda yang melestarikan.