Yogjakarta atau Jogja merupakan sebuah daerah yang terletak di kawasan pulau Jawa, tempatna diantara Provinsi Jawa Tengah. Jogja memiliki keistimewaan daripada kota lain yang ada di Indonesia. Jogja memiliki satu kota madya Yaitu Yogjakarta dan empat kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Bantul.
Jogja menjadi kota yang istimewa tidak serta merta begitu saja, dalam sejarahnya Jogja di pimpin oleh Kesultanan Pangeran Mangkubumi Hamengkubuwana I dengan sebutan Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta) di resmikan pada tanggal 13 Maret 1755.
Pada masa awal berdirinya kota Jogja pusat pemerintahan berada di Hutan Beringin Desa Pachetokan, tidak lama berselang Sultan Hamengkubuwana I memerintahkan rakyat untuk membabad hutan tersebut untuk dijadikan wilayah Kraton Ngayogyakarta dan berdirinya Kraton Ngayogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1756 bersamaan dengan Berdirinya Kerajaan Ngayogyakarta Diningrat diantara sungai Winongo dan sungai code yang letaknya strategis dari penunjang segala bidang kehidupan.
Pemerintah Jogja yang sebelumnya dipimpin oleh Kesultanan, pada 17 Agustus 1945, yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paduka Pakualam diangkat menjadi Gubernur dan wakil gubernur langsung oleh Presiden RI pada saat itu. Pada pemerintah beliau daerah Kesultanan (Kraton) dan Pakualaman menjadi daerah Istimewa.
Kemantren adalah nama lain dari kecamatan di Kota Jogja, karena Jogja adalah daerah istimewa maka di sebut dengan Kemantren yang dipimpin oleh Mantri Pamong Praja (kepala camat) dan Mantri Anom (Sekretaris). Kemantren di Kota Jogja terdiri dari 14 Kemantren yaitu Kemantren, wirobrajan, Ngampilan, Matrijeron, Mergantran, Gondomanan, Kraton, Umbulharjo, Kota gede, Pakualaman, Danurejan, Jetis, Tegal Rejo, Gondokusuman, Gedongtengen. Dari setiap kemantren memiliki ciri khas dan sejarah yang menarik dan patut di ketahui khalayak umum, karena keistimewaan Jogja tidak hanya wisatanya.
Kematren Kraton: kratonkec.jogjakota.go.id
Berbeda pula penyebutan kecamatan di wilayah Kabupaten Jogja di sebut dengan Kapenewon, yang dipimpin oleh Panewu (kepala camat) dan Panewu Anom (sekretaris). Perubahan istilah tersebut untuk menjalankan UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Maka dari itu istilah pemerintah dan daerah Yogyakarta memiliki filosofis yang unik sehingga sering dikenal oleh masyarakat umum sebagai Kota Istimewa.
Penerus tahta Kesultanan Ngayogyakarta Diningrat yang akan datang kemungkinan adalah adik dari Sultan Hamengkubuwana X, karena beliau tidak mempunyai anak laki-laki sebagai penerus Kesultanan. Sedangkan menurut penuturan dari tukang becak area Kraton Ngayogyakarta, bahwasanya di Kraton terdapat aturan, jika sultan tidak mempunyai keturunan Laki-laki, maka boleh Menikah lagi hingga mempunyai keturunan laki-laki anak pertama. Sultan Hamengkubuwana X tidak demikian, beliau hanya mempunyai satu istri dan lima anak Putri. Beliau tidak ingin menikah kembali, karena tidak menginginkan jika anak-anak dan istrinya merasakan yang dirasakan Sultan Hamengkubuwana X, karena beliau memiliki Ibu tiri lima dan Sultan Hamengkubuwana IX bapaknya Sultan Hamengkubuwana X menikah sebanyak lima kali dan mempunyai anak 22.
Sedangkan sejak zaman Kesultanan III dan IV adalah penerusnya kakak beradik, berbeda dengan Kesultanan IV-X penerusnya adalah keturunan bapak dan anak.
Penggunaan gelar Kesultanan Ngayogyakarta Diningrat, jika anak kandung dari Kesultanan laki-laki maka mendapatkan gelar Mangkubumi, sedangkan perempuan Buwono. Nah Gelar Mangkubumi ini yang bisa dilantik menjadi sultan atau penerus sultan sebelumnya. Berbeda dengan pangeran Diponegoro merupakan anak Sultan Hamengkubuwana III namun dari Ibu tiri (selir-nikah siri), makanya di berikan gelar Pangeran dan tidak bisa meneruskan Kesultanan Ngayogyakarta.
Kereta kencana: tripadvisor.co.id
Keistimewaan dari Kesultanan di Yogyakarta adalah kendaraan kereta kencana, jika ada Sultan yang meninggal, maka diiringi dengan Andong besar atau kereta kencana yang dilapisi emas khusus digunakan sebagai kendaraan pengiring atau penguburan Kesultanan (khusus Sultan) Yogyakarta yang di tarik oleh enam kuda, dengan perjalanan 26 kilo meter dari Kraton Ngayogyakarta, tepatnya di pemakaman Hasturenggo Imogiri Bantul. Pengiringan dengan kereta kencana terakhir dilakukan pada tahun 1988 meninggalnya Sultan Hamengkubuwana IX.
Dari banyak keistimewaan Kota Yogyakarta itu, yang bisa menjadi ilmu pengetahuan baru, mengapa Yogyakarta menjadi kota Istimewa, tidak sekedar mengenal wisata dan yang terkenal dari Yogyakarta sendiri. Mengenal sejarah daerah merupakan suatu kewajiban, agar bisa dipetik hikmah dan digunakan sebagai gambaran kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar