Pada area Malioboro tengah malam menjelang pagi, banyak di jumpai orang-orang yang tidur di bangku Jalan Malioboro, maupun pada pinggiran Pasar area Malioboro yang beralaskan kardus bekas. Para rakyat kecil tersebut adalah pemulung dan para perantau yang ingin mencari pekerjaan. Mereka hanya ingin mendapatkan kesejahteraan yang layak demi keberlangsungan hidupnya. Seakan-akan pasrah menerima keadaan yang ada. Area wisata Malioboro yang menjadi Jantung Kota Yogyakarta akan berbanding terbalik pada kenyataannya.
Sarkem, Kota Yogya- Lugas Subarkah |
Tidak jauh dari Malioboro, terdapat tempat prostitusi diantara Hotel Unisi dan Abadi Hotel Malioboro tepat di depan Stasiun Tugu Yogyakarta. Tempat prostitusi tersebut bernama Sarkem atau Pasar kembang. Prostitusi sarkem sudah ada sejak zaman kolonial Belanda tahun 1818. Sebutan sarkem pada waktu itu adalah Balokan (tempat menaruh balok kayu pembuatan rel dan stasiun). Tempat tersebut sengaja dibuat oleh pemerintahan Belanda sebagai tempat rehat para pekerja dan kebetulan dekat dengan pusat perekonomian yaitu stasiun yang bisa menambah pemasukan Pemerintah Belanda melalui bisnis perlendiran.
Hingga kini keberadaan Sarkem tidak bisa hilang bergitu saja, meskipun berada pada pemukiman padat penduduk di gang RW Sosrowijayan Kulon Gedongtengen. Tetapi tidak dapat ditampik wilayah tersebut menjadi tempat perlendiran yang masih ada hingga saat ini, namun bukanlah tempat lokalisasi karena masih adanya penduduk yang tinggal di area itu dengan dominasi orang tua dan anak-anaknnya.
Pada saat ingin memasuki wilayah tersebut akan dikenakan tarif sebesar Rp 5000, sebagai bentuk penjagaan. Pada area utama banyak para pekerja seks komersial (Psk) yang masih muda, dilanjutkan dengan area tengah pada usia menengah pula, hingga area akhir di dominasi usia tua. Para pelanggannya tidak lain para wisatawan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya ataupun anak muda yang ingin tau tentang perlendiran di sarkem. Meskipun berada di gang sempit, banyak sekali jejeran pekerja seks komersial (psk) dilengkapi juga dengan ruang karaoke dan ruangan khusus untuk melayani pelanggannya.
Selain sebagai tempat perlendiran, masih ada warga yang berjualan angkringan maupun warung kopi. Hal itu jarang ada di tempat lain, kapan lagi minum kopi ditemani muda-mudi dengan suasana malam yang menggairahkan.
Prostitusi tidak akan musnah begitu saja. Yogyakarta yang notabennya sebagai kota pendidikan dan terkenal dengan sejarah sebagai tempat wisata, masih mempunyai celah prostitusi. Banyak sekali upaya pemerintah dalam mengatasi prostitusi, seperti yang dilakukan di Surabaya dengan membubarkan tempat prostitusi terbesar di Asia Tenggara bernama Dolly. Pembubaran tersebut dilakukan oleh mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada era itu. Meskipun sudah dibubarkan, perlendiran itu melahirkan lokalisasi baru yaitu kembang kuning, area stasiun wonokromo, hingga terminal bungurasih. Selama ada kehidupan manusia, tidak usai sampai kapanpun, karena sebab akibat yang membutuhkan dan dibutuhkan antara biologis dan ekonomis.
Janganlah menjudge begitu saja. Para pekerja seks komersial (psk) juga menginginkan kehidupan yang lebih layak, namun keadaan yang belum bisa menerima kesejahteraan. Baik buruknya seseorang akibat dari lingkungan dan keadaan untuk tetap bisa hidup. Sudahkah kita sebagai manusia melakukan yang terbaik atau malah terburuk?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar