Tidak ada Sepak Bola seharga nyawa manusia
Tragedi kanjuruhan telah menelan 135 korban jiwa meninggal, (terhitung sejak 24 Oktober 2022) dan ribuan anak-anak, remaja, orang dewasa, baik perempuan maupun laki-laki menjadi sasaran tak terduga kepedihan kejadian tragis tersebut. Sepak bola yang seharusnya sebagai ajang hiburan, melepas penat dan loyalitas bagi pendukungnya, kini menjadi sebuah kepedihan kelabu bagi orang dan sanak-saudara yang ditinggalkan. Banyak sekali orangtua yang melarang anak-anaknya menonton bola kembali, akibat dari kejadian kanjuruhan yang sedemikian rupa membuat para korban, orang-orang terdekat merasa trauma secara psikologis maupun sosial, serta para pedagang area kanjuruhan-pun kehilangan mata pencahariannya. Upaya apa yang sudah diberikan oleh PSSI, selaku yang menaungi sepak bola yang ada di indonesia? PSSI seolah-olah lepas tangan atas tragedi kanjuruhan tersebut, baik Panitia Pelaksana, PT.LIB saling menyalahkan satu sama lain. Hingga tulisan ini terbit masih belum ada titik terang, tagar #UsutTuntas semakin tersebar di penjuru Kota Malang, para korban ingin mendapatkan haknya, ingin mendapatkan keadilannya, atas kesalahan-kesalahan para pihak yang berwenang.
Kapasitas stadion yang tidak me-mumpuni, ±42.588 ribu supporter hadir dan melihat langsung di dalam stadion Kanjuruhan tersebut. Kapasitas stadion Kanjuruhan ialah ±38.000 ribu, terjadi over capacity, tega sekali para panitia menjual tiket melebihi kapasitas yang ada, apakah semata-mata untuk kepentingan kelompok tertentu? untuk mencapai keuntungan. Shelter ban(tribun berdiri) tetap diisi penuh oleh suporter, jika panitia mengetahui bahwa itu adalah pertandingan yang bisa menyebabkan kericuhan, maka seharus shelter ban dikosongkan, karena area tersebut menjadi jalan tercepat suporter menuju lapangan. Terdapat juga suporter arema yang berada di luar Stadion Kanjuruhan-pun membludak karena liga Derby Rival dari Arema vs Persebaya tersebut. Mengapa panitia pelaksana yang notabene-nya sudah mengetahui jika pada hari itu adalah pertandingan besar yang tidak menutup kemungkinan terjadi kerusuhan, kenapa panitia dan para orang-orang yang bertanggung jawab atas jalan-Nya pertandingan tersebut tidak memberikan pertandingan sore, yang bisa memperkecil resiko, padahal waktu malam lebih besar terjadinya bentrok, apakah panitia penyelenggara tidak berkaca pada pertandingan-pertandingan sebelumnya. Tanggal 1 Oktober, terdapat pertandingan.
Pukul 15.30 Borneo FC VS Madura united
Pukul 16.00 Rans FC VS Dewa United
Pukul 20.00 Arema VS Persebaya
Seharusnya pertandingan Arema dan Persebaya bisa ditukar pada jam Rans FC VS Dewa United, karena pertandingan tersebut ditampilkan melalui VIDIO.COM, terkecuali Borneo FC dan Madura United ditayangkan melalui Channel Televisi Indosiar.
Pada tanggal 11 September Arema VS Persib dimulai Pukul 20.00 ditukar menjadi Pukul 15.30 yang seharusnya pertandingan (Barito Putra vs Persija) atas rekomendasi kepolisian mengingat suport arema dan persib rawan bentrok. Tetapi kenapa arema persebaya tidak bisa dirubah?
Oh iya menurut yang diketahui penulis, karena panitia telah melakukan kontrak kerja sama penyiaran televisi yakni Indosiar, perlu di garis bawahi kembali itu sebuah pertandingan besar, dengan begitu perlunya kehati-hatian dalam melaksanakan sebuah kontrak kerja sama. Apakah semata-mata hanya untuk kepentingan viewers televisi yang bisa menghasilkan keutungan lebih besar? Jika panitia penyelenggara mengubah jadwal akan dikenakan sanksi denda, lebih baik kehilangan beberapa uang yang notabene-nya bisa dicari kembali daripada kehilangan nyawa dan kehidupan yang tidak dapat diganti dengan apapun.
Pembukaan pintu keluar stadion cenderung lambat yang menjadi salah satu faktor banyaknya korban jiwa, seharusnya 15 menit sebelum pertandingan selesai, pintu sudah dibuka, tetapi Steward (penanggung jawab) pemegang kunci pintu lalai dan abai atas kondisi pada saat itu. Jika pintu keluar dibuka lebih awal, tidak menutup kemungkinan korban jiwa lebih sedikit, namun disisi lain penembakan gas air mata oleh pihak kepolisian dan brimob menjadi faktor terpenting dalam peristiwa kanjuruhan tersebut. Pihak polisi dan brimod menganggap penembakan gas air mata tersebut sesuai dengan prosedur, dalam artian sesuai prosedur satuan kepolisian. Dalam prosedur pertandingan sepak bola tidak demikian, PSSI yang seharusnya sebagai tonggak utama berjalannya sebuah pertandingan sepak bola di Indonesia, terdapat banyak miss komunikasi, PSSI tidak mensosialisasikan terkait penangganan pada saat pertandingan bentrok, khususnya larangan penggunaan gas air mata. Sehingga polisi dan brimob menganggap sesuai prosedur yang seharusnya, penembakan gas air mata kearah tribun penonton yang notabene-nya banyak anak-anak, orang tua yang tidak tahu menahu, Tiba-tiba juga terkena dampaknya dan lebih parahnya terdapat gas air mata yang ditembakkan ke arah pintu keluar, masih sehatkah pihak kepolisian? Suporter ingin menghindari gas air mata dengan cara keluar stadion, tetapi dihalangi dengan tembakan kearah pintu keluar. Penembakan gas air mata untuk mencegah suporter turun kelapangan adalah kesalahan, suporter yang awalnya turun hanya ingin menyemangati para pemain "salam satu jiwa, satu hati, semangat" Dianggap sebuah ancaman.
Fakta baru menyatakan bahwa perhimpunan dokter forensik(PDFI) Jawa Timur, mengumumkan hasil otopsi bahwa akibat dari banyaknya korban meninggal bukan karena gas air mata, melainkan karena patah tulang dan pendarahan berat. Memang benar adanya, namun penyebab suporter patah tulang dan pendarahan berat adalah menghindari gas air mata, mereka berdesak-desakan, kepanikan terjadi, mereka hanya memikirkan bagaimana cara terhindar dari gas air mata dan bisa keluar stadion. Maka dari itu akibat kepanikan gas air mata banyak suporter yang terhimpit, terinjak-injak dan sesak nafas yang berakibat meninggal ratusan suporter.
Iwan Bule(Mohammad Iriawan) selaku ketua PSSI yang juga merupakan purnawirawan polri seharusnya mengetahui apa yang harus dilakukan untuk meminimalisir kejadian kanjuruhan tersebut, hingga kejadian kanjuruhan tersebut menelan ratusan korban, seakan-akan PSSI lepas tangan, desakan masyarakat agar Iwan Bule turun dari jabatan ketua PSSI seolah-olah tidak dihiraukan. Disisi lain pelatih tim nasional indonesia, Shin Tae Yong, juga siap mengundurkan diri jika Iwan Bule juga mundur, itu membuat masyarakat Indonesia delima, mengingat tim nasional indonesia akan menjadi tuan rumah piala Dunia U-20 2023, dan timnas ikut serta dalam pertandingan tersebut. Jika Shin Tae Yong mundur, maka timnas u-20 indonesia juga terancam. Shin Tae Yong beranggapan jika ingin memajukan sepak bola indonesia harus saling bekerjasama dalam mengatasi segala masalah dan resikonya dengan baik dan tanggung jawab. Untungnya FIFA tidak memberikan sanksi untuk pihak Indonesia atas kejadian kanjuruhan tersebut, jika terkena sanksi akan memberatkan kondisi sepak bola di Indonesia.
Keputusan Iwan Bule untuk tidak turun, akan lebih baik jika dapat bertanggungjawab atas peristiwa kanjuruhan dan lebih berhati-hati dalam penyelenggaraan sepak bola, karena banyak sekali suporter yang fanatisme terhadap klub yang didukungnya, dan PSSI lebih memberikan pengarahan dan sosialisasi sesuai dengan regulasi FIFA dalam penyelenggara sepak bola untuk segala bidang(Polisi, Panitia penyelenggara, dan Suporter) yang ikut serta dalam pertandingan sepakbola indonesia yang akan datang. Tindakan preventif lebih baik diberikan sejak dini, daripada tindakan represif yang bisa membahayakan masyarakat Indonesia.
Suporter menjadi salah satu kelompok sosial(kerumunan) sementara yang erat, meskipun tidak mengenal satu sama lain suporter memiliki kesadaran, solidaritas tinggi dalam mendukung tim kebanggaannya. Semenjak kejadian kanjuruhan, para suporter indonesia sepakat untuk berdamai satu sama lain, agar kejadian seperti kanjuruhan tidak terulang kembali. Pertandingan sepak bola adalah sarana untuk mempersatukan bangsa bukan untuk memperpecah belah bangsa. Penulis yakin jika Tim nasional indonesia yang bertanding maka tidak ada lagi kelompok-kelompok tertentu yang meributkan tim kebanggaannya, karena tim kebanggaannya hanya satu yaitu timnas Indonesia. Dinamika kelompok yang terjadi pada peristiwa kanjuruhan pada dasarnya memiliki tujuan masing-masing untuk kepentingan kelompoknya. Meskipun terjadi konflik dalam sebuah kelompok memiliki dapat bisa mempererat solidaritas kelompok tersebut.
Salam literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar