Pintu Masuk Pasar Beringharjo |
Ketika berkunjung ke Malioboro, pasti tidak lepas dengan banyaknya ruko dan pasar yang ada di area Jalan Malioboro. Pasar Beringharjo salah satunya, merupakan pasar tertua yang ada di Yogyakarta. Dalam sejarahnya Pasar Beringharjo di bangun pada area lahan hutan beringin, sama halnya pembangunan keraton atau Kesultanan Yogyakarta yang dimana Sri Sultan Hamengkubuwana I memerintahkan rakyatnya untuk membabad hutan beringin untuk dijadikan wilayah Kesultanan Yogyakarta tahun 1758. Hasil dari babad hutan beringin tersebut kini terbentuk wilayah Kraton sebagai pusat pemerintahan, Alun-alun sebagai ruang publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat pada saat itu maupun sekarang, terdapat juga Masjid Gede Kauman yang digunakan sebagai tempat ibadah, dan Pasar Beringharjo sebagai pusat perekonomian.
Kata Beringharjo berasal dari Bering yang berarti hutan beringin, Harjo berarti sejahtera. Jadi pasar tersebut di bangun pada area hutan, hutan konon katanya banyak menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari manusia yang diharapkan dapat mensejahterakan rakyat.
Pada era sekarang Pasar Beringharjo tetap eksis, meskipun tergolong pada pasar yang masih tradisional. Karena keistimewaan dari sejarah pasar tradisional yang dibangun langsung atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwana I menjadi pusat perekonomian pada zaman itu.
Suasana Pasar Beringharjo |
Pada area depan, tepatnya samping jalan Malioboro, terlihat plang bertuliskan Pasar Beringharjo beserta penjelasan mengenai Pasar Beringharjo. Pasar tersebut buka mulai jam 08.00 pagi hingga 21.00 malam pada waktu setempat.
Pada saat memasuki pintu utama Pasar Beringharjo disambut oleh banyak ruko-ruko yang menjual pernak-pernik cenderamata, seperti kain batik, baju batik, dan pakaian khas lainnya. Pada area tengah pasar menjual suvernir dan perhiasan khas Yogyakarta, serta pada area belakang pasar menjual kebutuhan pokok semacam sayur-sayuran, buah-buahan, daging, dan sembako. Pada area belakang bisa dibilang tempat para tengkulak ataupun orang berbelanja dengan jumlah banyak untuk warung makan dan sebagainya.
Hal yang menarik selain dari segi filosofisnya adalah terdapat kuli panggul Pasar Beringharjo yang mempunyai Paguyuban buruh gendong. Para kuli panggul tersebut mayoritas adalah ibu-ibu yang sudah berumur. Kualitas tenaga dari ibu kuli panggul tidak perlu diragukan lagi, beliau jalan naik turun tangga dengan mengendong barang-barang berkilo-kilogram pesanan hingga ke area parkir Pasar Beringharjo.
Seperti Ibu Prengel Sugiarti asal Kulon Progo yang sudah menjadi kuli panggul sejak beliau masih muda, meskipun perawakan beliau kecil, tenaganya boleh diadu, karena kebiasaan Ibu Prengel dalam meminggul barang selama bertahun-tahun. Ciri khas dari kuli panggul salah satunya ialah memakai kaos kuning biru yang bertuliskan paguyuban buruh gendong dengan membawa keranjang yang dipanggul pada belakang punggungnya.
Sangat disayangkan jika pergi berkunjung ke Malioboro tidak mampir di Pasar Beringharjo, Pasar tertua di Yogyakarta yang memiliki daya tarik filosofis dan suasana yang kental akan tradisionalis. Akan sia-sia pula jika berkunjung jauh-jauh ke Yogyakarta, hanya singgah di area terkenal tanpa mengetahui filosofis setiap area yang dikunjungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar