Minggu, 29 Januari 2023

Dari Rakyat Tidak Sepantasnya Menindas: Kasus Mahasiswa Universitas Indonesia Tertabrak Eks Polisi Menuntut Keadilan

                                       Ilustrasi 

Akhir-akhir ini gempar memberitakan sebuah kejadian kecelakaan yang menimpa Mahasiswa Universitas Indonesia. Mahasiswa FISIP Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik yang bernama Muhammad Hasya Atallah Meninggal usai sepeda motor yang dikendarainya tertabrak Mobil Pajero Pensiunan Polisi eks Kapolsek Cilincing AKBP (Purn) Eko Setia Budi. Atas kejadian tersebut banyak diperbincangkan khalayak umum, karena ingin memperoleh keadilan. Kejadian pada 6 Oktober 2022 silam sekitar pukul 21.00 WIB. Berita tersebut kembali viral setelah pihak kepolisian menetapkan Muhammad Hasya Atallah sebagai tersangka. Mengapa demikian, karena Hasya dianggap lalai dalam berkendara yang membahayakan orang lain dan dirinya sendiri, sedangkan AKBP (Purn) Eko Setia Budi tidak bersalah, karena ia melintas di jalur yang tepat. 

Kronologi Versi Keluarga
Hasya hendak ke indekos temannya dengan menggunakan motor,  setibanya di jalan Srengseng Sawah Jagakarsa ada motor didepannya yang hendak berbelok ke kanan, Hasya berusaha mengindari dengan mengerem,  namun jatuh kekanan. Pajero yang dikendarai AKBP (Purn) Eko Setia Budi muncul dari arah berlawanan,  menabrak Hasya. Setelah itu beberapa warga yang berada di lokasi menolong dan meminta Eko menolong Hasya untuk dilarikan ke rumah sakit, namun Eko menolak. 

Kronologi Versi Polisi
Hasya mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan 60km/jam, kondisi saat itu hujan dan licin,  kemudian Hasya banting stir kekanan untuk mengindari kendaraan yang didepannya. Hasya tergelincir,  Pajero yang dikendarai Eko datang dari arah berlawanan, Eko tidak bisa menghindar dan akhirnya menabrak Hasya. 

Atas kejadian tersebut Hasya dinyatakan meninggal dunia karena terlambat mendapatkan pertolongan pada saat dibawah ke rumah sakit, yang sangat disayangkan adalah Eko sebagai penabrak tidak mau menolong Hasya berdasarkan kesaksian warga setempat. Jika Eko sebagai penabrak bertanggungjawab, tidak menutup kemungkinan nyawa Hasya bisa terselamatkan. Apalagi Eko adalah mantan Kapolsek, hati nuraninya terenyuh seharusnya jika mengalami kejadian tersebut, apakah yang dilakukan selama menjabat menjadi polisi hingga masa pensiun tersebut, tugas polisi adalah mengayomi dan menjaga masyarakat. 

Menuntut Keadilan
Pada suatu ketika saat orang tua Hasya yaitu, Ira sapaan dari Dwi Syafiera Putri mengatakan pada awal Desember 2022 dia dan suaminya Adi, diundang ke Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Pancoran, Jakarta Selatan. Dengan tujuan pihak Eko berupaya berdamai. Namun naasnya terdapat satu polisi yang berkata pada saat mediasi tersebut bahwa posisi mereka lemah." Udah bu damai saja. Karena posisi anak ibu sangat lemah," 

Ayah korban bertanya, "mana yang nabrak anak saya?"
Pensiunan polisi seketika berdiri dan menjawab "saya yang menabrak, saya yang melindas anak bapak. Bapak mau apa?" Sungguh ironi percakapan tersebut, seolah olah tidak memiliki perasaan. Jika orang memiliki hati nurani, attitude, dan empati akan meminta maaf dan bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Jika dilakukan mediasi dengan baik, mengingat kondisi kekejadian tersebut takdir dan dalam kondisi cuaca tidak bersahabat (hujan). Orang jika memiliki super power akan merasa dirinya paling tinggi dari yang lain. Pensiunan polisi juga mendapat uang dari hasil pajak rakyat, tidak sepantasnya merendahkan rakyat sedemikian rupa. Polisi tidur saja bikin susah kalo ketinggian apalagi yang seperti ini. 

 Jika dikaitakan dengan kejadian Anak-anak yang menyetop truk di jalan demi konten sosial media, sang supir malah dijadikan tersangka. Supir hanya bekerja, mengantarkan barang dan sebagainya, tidak tahu-menahu, tiba-tiba dijadikan tersangka karena menabrak anak-anak konyol tersebut. Standar ganda bukan? Jika orang yang mempunyai kekuasaan akan lebih mudah menghadapi permasalahan, daripada orang biasa. Kuatnya Backing-an  akan lebih mempermudah menjalani kehidupan ini atas kejadian yang akan datang. 
Semakin hari semakin banyak permasalahan dari Institut Kepolisian seakan-akan beringas memutarbalikkan fakta,  jika ada aparat maupun dari pihak kepolisian yang terlibat suatu kasus, hingga proses hukum dinomorduakan.  Semakin menutupi bangkai, lambat laun akan tercium lebih dekat apa yang menjadi inti permasalahan didalamnya. Menutupi demi memperbaiki citra baik dengan hal konyol, akan membuat semakin terlihat kebobrokan yang berada didalamnya. 
 

Rabu, 11 Januari 2023

Resensi Di Bawah Bendera Merah



Judul: Di Bawah Bendera Merah
Penulis: Mo Yan
Penerjemah: Fahmy Yamani
Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta
Halaman: 140
Tahun terbit: 2013, cetakan ke-1
ISBN: 978-979-024-4-410-8

Buku yang berjudul  Di Bawah Bendera Merah di tulis langsung oleh Mo Yan, berdasarkan kisah yang dialaminya. Penulis yang lahir pada tanggal 17 Februari 1955 di negara tirai bambu ini menyinggung rezim komunis yang berada pada negeri China. Mo Yan sebagai penulis membungkus kritik pedas komunisme yang di hadapi secara kontroversial didalam kehidupnya. Jika dilihat dari namanya Mo Yan memiliki arti jangan berbicara, dan dilarang membicarakan isi pikirannya. 
Sekitar tahun 1950 pada masa revolusi China yang tengah bergejolak, dirinya tetap menulis kesaksian dan kisah kehidupan bangsanya. Gejolak kritikan tersebut akibat dari kondisi tempat tinggal yang mengalami banyak kemiskinan sehingga berimbas pada putus sekolah yang dialami Mo Yan pada usia 12 tahun. Sehingga karya tulisan Mo Yan dianggap sebagai racun bagi kroni komunisme China. Meskipun pemberontakan masyarakat China dapat ditumpas, baik dalam dunia nyata maupun tulisan Mo Yan, pemimpin China tetap ketar-ketir menghadapi aksi mahasiswa, buruh, dan rakyat di lapangan tempat satu juta rakyat mengelu-elukan poster Mao Tze Tung (Mao Zedong) sang revolusioner komunisme yang pertama kali mendirikan Partai Komunis Tiongkok (China). 
Sama halnya dengan tokoh Karl Marx yang berujung pada pemikiran Marxisme, yang dimana kaum borjuis  mengumpulkan banyak uang dengan mengorbankan kaum proletar. Marx sendiri termasuk ke dalam golongan kaum proletar. Sebuah kritikan yang di lontarkan adalah bentuk keresahan dari setiap orang, namun kebebasan yang dimiliki memiliki keterbatasan karena pengkritik berada pada tekanan kaum atas atau borjuis. 

Mo Yan berperan sebagai tokoh "aku" dalam cerita tersebut, yang dimana pada saat bersekolah dirinya dan teman-temannya diberi pertayaan oleh gurunya yaitu "Apakah impian kalian?". He Zhiwu menjawab dengan tegas, bahwa "impianku adalah menjadi ayah Lu Wenli". Ayah Lu Wenli adalah seseorang sopir truk, yang mana pada masa itu pengemudi truk adalah orang terpandang kedua setelah keluarga kerajaan.  Jika dikaitkan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini, hal yang menjadi mimpi generasi milenial salah satunya adalah menjadi Abdi negara dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mengapa demikian? Karena dua pekerjaan tersebut bertujuan untuk mengabdi kepada negara dan  terjamin oleh negara sampai usia tua. Maka tidak heran jika orang tua mengidam-idamkan anaknya kelak dapat menjadi atau memperoleh pasangan dengan kriteria tersebut. 
Dalam buku ini mengatakan "Jika berhasil kembali hidup-hidup, aku akan di promosikan untuk keberanianku; jika mati orang tuaku akan mendapatkan penghargaan sebagai keluarga martir secara dramatis akan mengubah status politik mereka". Kalimat tersebut mengandung artian bahwa mereka siap mati daripada kehidupannya direndahkan.Hampir sama kaitannya dengan semboyan suku Madura "Apote tolang atembang apote marah" artinya lebih baik mati dari pada menanggung rasa malu. 
Syahdan, karya-karya Mo Yan kerap disejajarkan dengan karya-karya Pramoedya Ananta Toer yang juga sering mengkritik kondisi bangsa Indonesia dalam kondisi sedang dijajah oleh Belanda dalam bentuk penindasan dan revolusi yang menyebabkan rakyat sengsara. Contohnya ialah pada karya Bumi Manusia dimana sosok pribumi asli, yaitu Minke dan Nyai Ontosoroh yang sering mengalami penindasan serta diremehkan oleh kaum Eropa dan Indonesia (percampuran Eropa dan Pribumi). Bagi mereka Pribumi dianggap rendah oleh kaum Eropa, pribumi dengan kejamnnya dijajah di negerinya sendiri. 

Menilik pada tulisan dalam  buku ini tergolong pada bacaan ringan dan mudah dimengerti, karena mengandung nilai-nilai perjuangan para kaum buruh, petani dalam memperoleh hak-haknya. Pada dunia nyata penulis putus sekolah karena kemiskinan keluarganya, tetapi tetap berjuang melanjutkan sekolahnya. Keberpihakan Mo Yan dalam buku benar-benar dijelaskan secara detail, karena ia hidup dalam kondisi rezim komunis pada saat itu. Sesuai yang di ungkapkan Mo Yan dalam buku nya, Cara terbaik berbicara adalah menulis, karena omongan akan sirna tertiup angin, tetapi kata-kata dalam penulisan tak bisa lenyap begitu saja. 
Karya Mao Yan berhasil meraih penghargaan Nobel Sastra 2012, sehingga disambut gembira oleh pemerintah China meskipun dalam sebuah kritikan. Akan tetapi pada saat itu dia sudah resmi menjadi warga negara Perancis. Adapun kekurangan dari buku ini, yang hampir sama dengan buku terjemahan lainnya, banyak menggunakan istilah asing pada nama tokoh dan tempat yang diceritakan penulis, dikarenakan buku ini hasil dari pemikiran Mao Yan yang berasal dari China. 
Buku ini sangat direkomendasikan bagi orang yang ingin belajar berpikir secara luas dan tegas, khususnya bagi orang yang menginginkan semangat perjuangan dalam kesetaraan. Sesulit apapun kehidupan akan tetap berjalan, dan kita sebagai manusia wajib memperjuangkan hak-hak hidup sampai sebuah penindasan tidak lagi menghantui kita. 

Selasa, 10 Januari 2023

Resensi Oligarki di Indonesia dengan Skandal Demokrasinya


Judul: Dalam Moncong Oligarki, Skandal Demokrasi di Indonesia
Penulis: F. Budi Hardiman
Penerbit: Kanisius Media (Anggota IKAPI) 
Halaman: 112
Tahun terbit: 2013
ISBN: 978-979-21-3658-6

Buku ini dengan frontal menyinggung bobroknya demokrasi yang ada di Indonesia, terlihat jelas pada judulnya. buku karya F. Budi Hardiman, seseorang pengajar Filsafat Politik di Sekolah Tinggi Farmasi (STF) Driyarkara tersebut muncul karena dorongan dari koleganya di STF. Driyarkara saat Dies Natalis yang ke-44. Buku yang terbit pada tahun 2013 ini ditujukan  merefleksikan 15 tahun demokrasi di Indonesia secara tegas dan lugas. Meskipun buku kecil dan tipis ini seolah-olah mudah dipahami, nyatanya perlu pemahaman lebih mendalam karena besar ataupun tipis buku memiliki pokok pembahasan tertentu, apalagi buku ini menyinggung bobroknya demokrasi yang ada di Indonesia. 

Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan sistem politik demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat, serta kratos yaitu pemerintahan, jika lebih di perdalam maknanya berarti demokrasi dari rakyat, untuk rakyat oleh rakyat. Pemerintah sebagai tangan kanan rakyat, yang membantu jalannya sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara. Aristoteles seseorang ahli filsafat mengemukakan bahwa dalam tubuh demokrasi terdapat sebuah oligarki, oligarki adalah kekuasaan berada pada segelintir orang. Meskipun Indonesia adalah negara Demokrasi tidak lepas dari adanya oligarki untuk berlomba-lomba menguasai,  melindungi diri sendiri dan kesejahteraan kelompoknya.

Terhitung saat Demokrasi lahir pertama kali di Indonesia, masih memiliki banyak kekurangan. Contohnya zaman Soeharto memimpin bangsa Indonesia selama 32 tahun, terdapat pembungkaman para aktivis oleh soeharto,  salah satu bukti ialah peristiwa malam petaka lima belas Januari 1974 (Malari). Para demonstran dan aktivis menolak adanya perdana menteri Jepang Kakuei Tanaka melakukan investasi kepada Indonesia yang dianggap sebuah Imperialis gaya baru(menguasai dan memperoleh keuntungan dari negara yang dikuasai.) Dilanjutkan dengan Pers mengalami pembredelan setelah peristiwa tersebut, pemerintah orde baru mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers yang berisi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 yang tidak mengatur surat izin penerbitan pers. Contoh media seperti Tempo, Detik yang mengritik aturan dari orde Baru tersebut, berujung pada pembredelan 
Alih alih sebagai media aspirasi rakyat, media mendapat ultimatum keras semenjak peristiwa tersebut karena dianggap kontra dengan kebijakan sosial dan ekonomi Soeharto. Lengsernya Soeharto pada Mei 1998, mengungkap keburukan Orde Baru layaknya Soeharto dianggap lebih mementingkan kroni-kroninya, dan terindikasi melakukan banyak korupsi salah satunya Kasus pada tahun 1995, ia mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Isinya adalah mengimbau kepada para pengusaha untuk menyumbangkan 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.

Buku ini menyoroti peristiwa yang akan terjadi pada setahun setelah penerbitan. Yakni, pesta demokrasi tahun 2014, mengusung calon presiden Prabowo Subianto dengan rivalnya Joko widodo yang merupakan Gubernur baru Jakarta periode 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2013. Kedua belah pihak mempunyai latar belakang yang berbeda, Jokowi menjadi wali kota Surakarta 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012, sedangkan Prabowo merupakan lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI),  menjabat posisi penting dalam karier militernya yaitu komandan jenderal Kopassus dan Panglima Komando Cadangan Strategis (Kontrad). Jika dilihat dari prestasi politik Jokowi lebih unggul, karena Prabowo juga pernah mencalonkan menjadi presiden 2009 tetapi mengalami kekalahan. Jika pada pemilihan presiden 2014 Jokowi mengalami kekalahan, akan kehilangan kedua Jabatannya sebagai presiden maupun walikota. Dengan begitu sudah jelas perlunya kesadaran rakyat memilih presiden yang memajukan bangsa Indonesia sesuai dengan backgroundnya. 

Mendekati pemilihan presiden 2024, calon presiden masih belum pasti sejak tulisan ini dibuat, tak terkecuali Anies Baswedan yang sudah berani berkampanye dan menetapkan berkoalisi dengan Partai Nasdem. Sedangkan Tokoh politik seperti Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Puan maharani, dan Prabowo Subianto diprediksi kembali menuju panggung politik, meskipun sudah mengalami kekalahan beruntun semenjak pemilihan umum 2004 hingga 2019. Joko Widodo selaku Presiden yang masih aktif, berceletuk pada saat bertemu relawan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) pada Sabtu(26/11) lalu mengatakan "sosok yang sering memikirkan rakyat itu ada yang berambut putih." Banyak yang beranggapan celetukan itu merujuk pada penampilan Ganjar Pranowo, namun hal tersebut bukanlah sesuatu yang saklek dan berbau oligarki. Pesta demokrasi mendekat, perlunya kewaspadaan kepada rakyat untuk bisa memilih kepala negara (presiden) tanpa 'titipan' dariu berbagai kalangan dan sesuai dengan hati nuraninya yang mengedepankan kemajuan bangsa dan rakyatnya. 

Tubuh oligarki pada Demokrasi yang ada di Indonesia seakan-akan sulit dihapus, hingga saat ini secara tidak langsung masih berdiri kokoh, karena terindikasi sistem hukum di Indonesia mengalami ke-impotennan, akibat dari kepentingan kelompok oligarki yang ada didalamnya. Rakyat juga memiliki hak untuk melegislasi (mengawasi) pemerintahan dan hukum yang akan disahkan. Dengan adanya buku dalam moncong oligarki tersebut, diharapkan generasi penerus bangsa Indonesia tetap menegakkan demokrasi yang benar-benar memihak kepada rakyat, tanpa ada maksud terselubung untuk memperkaya diri sendiri dan golongannya. Semoga buku ini  menjadi salah satu penguat bangsa Indonesia menuju kemajuan. 

Senin, 09 Januari 2023

Resensi Soekarno & Nasakom




Judul: Soekarno & Nasakom

Penulis: Nurani Soyomukti

Penerbit: Ar-Ruzz Media

Halaman: 364

ISBN: 979-25-4512-3

Soekarno &  Nasakom merupakan buku karya Nurani Soyomukti, seorang Sarjana Hubungan Internasional FISIP universitas Jember. Bukunya yang terbit pada tahun 2006 tersebut tak hanya menceritakan bagaimana Nasakom sebagai ideologi terbentuk, namun juga terkait keterlibatan Soekarno sebagai pencetus dari Nasakom itu sendiri. Terutama terkait nasionalisme ala Soekarno. 

Buku sosial politik tersebut menjelaskan mengenai konsep Nasakom yang pertama kali dicetuskan oleh Soekarno.  Nasakom merupakan sebuah singkatan nasionalisme, islamisme, dan komunisme. Soekarno adalah sosok penting bagi berdirinya bangsa Indonesia,  karena pada dasarnya di setiap peristiwa melahirkan sosok yang besar, salah satu contohnya ialah Soekarno.

Buku ini mengisahkan perjalanan Soekarno tumbuh menjadi sosok yang idealis karena banyaknya pengalaman serta kerap bertemu dengan orang-orang menyebarkan ideologi yang menyebabkan Soekarno memiliki banyak gagasan mengenai kebebasan dari penjajahan. Hal ini membuka mata pandang, bahwa nasionalis bukan sekedar mencintai bangsa, nasionalis hadir karena keinginan dari rakyat untuk terbebas dari penjajahan, yang mana Islamisme bersama orang yang berjuang melawan ketertindasan, komunisme menjadikan rakyat merata. Sehingga nasakom bisa dikatakan sebagai  obat dari keterpurukan sebuah negara. 

Ideologi Nasakom dibenak Soekarno digunakan sebagai tonggak  melawan penjajahan yang terus membuntuti bangsa Indonesia. Cara pandang Soekarno mengenai ideologi bangsa Indonesia masih menjadi tanda tanya, sosok yang radikal dan Idealis akibat dari ajaran Marxisme membukakan pemahaman gagasan kemanusiaan hak setiap individu. Soekarno sangat menentang adanya imperialisme dan kolonialisme. Kedua hal tersebut menjadi momok bagi bangsa Indonesia, penjajahan, paksaan, dan pengambilan aset kekayaan bangsa Indonesia direbut paksa oleh penjajah yang bertujuan untuk memperluas dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Jika mengacu pada Marxisme keberpihakan kepada rakyat kecil akan lebih dominan dan kesejahteraan bangsa Indonesia mengalami kemajuan, karena tidak adanya dominasi dari suatu pihak. 

 Soekarno melalui Nasakom, mengharapkan keberhasilan dalam menjalankan bangsa Indonesia agar terbebas dari belenggu penjajahan, tetapi di zaman sekarang apakah Nasakom dapat diimplementasikan secara baik? Mengingat kejadian Gerakan 30 September 1965 (G30SPKI) yang mengemparkan kondisi bangsa Indonesia dan kecerobohan besar PKI, yaitu menyelinap ke desa berbasis pertanian dan mempersenjatai masyarakat, serta mendoktrin ajaran komunisme sebagai bentuk revolusi yang membuat PKI dibenci beberapa kalangan lainnya. Ajaran Marxisme dapat berjalan sebagaimana mestinya, tetapi keinginan orang Indonesia terlalu gegabah dalam mengambil sebuah keputusan. Ideologi Komunisme sah-sah saja jika penerapannya benar-benar mengedepankan kesejahteraan rakyat dan pada dasarnya Komunisme memihak golongan bawah untuk memperoleh keadilan atas keresahan masyarakat di Indonesia atas banyaknya pemerasan sumber daya alam, dan sumber daya manusia. 

Buku ini direkomendasikan bagi yang menyukai mengenai sebuah sejarah dan ingin memperdalam ideologi yang pernah dicetuskan oleh pendiri bangsa Indonesia. Membuka pikiran bahwa sesuatu yang diajarkan belum tentu benar dan keabsahan dari kebenaran akan terus berlanjut. Jika ingin  mencerna makna dari buku tersebut dengan lebih baik, alangkah baiknya dipahami dengan baik, untuk mencegah adanya misintepretasi. Buku ini menjelaskan tentang perjalanan Soekarno dan ideologi Nasakom yang ingin membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan tanpa syarat. Namun, revolusi akan tetap berlanjut, karena sebagus apapun ideologi pasti ada kelebihan dan kekurangan dan perlu adanya kesadaran rakyat untuk melawan penindasan.


Minggu, 08 Januari 2023

Berdemokrasi Money Politic

 Bagi warga negara berbasis demokrasi pasti tidak asing lagi dengan kata "Money Politic" atau politik uang(serangan fajar) . Politik uang bisa dibilang sebuah tradisi dalam berebut kursi dalam pemerintahan tingkat rendah maupun tinggi. Apakah yang menjadi dasar para politikus melakukan hal tersebut?

 Tidak dapat dipisahkan jika dalam mencari suara rakyat yang notabennya memiliki sumber daya manusia rendah, dengan mudahnya membeli suara tersebut. Karena pada dasarnya jika disuatu negara memiliki sumber daya rendah, rakyat yang didalamnya akan menerima dan melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan keinginan atau sekedar bisa bertahan hidup. 

Cara bertahan hidup rakyat kecil tidak dapat dipungkiri akan mudah menerima uang dengan tanda kutip tertentu, karena rakyat kecil tidak memperdulikan atau hanya sekedar mengikuti arahan yang diberikan, dan memperoleh timbal balik secara spontan melalui uang. Uang adalah segalanya untuk bisa menjalankan kehidupan, rakyat kecil apalah daya yang tidak memiliki power, hanya turut, tunduk, berbangsa dan bernegara. 

Para politikus melakukan segala cara untuk bisa memperoleh kursi yang diinginkannya. Terdapat sebuah tanda tanya besar yang patut sama-sama kita curigai. Bagaimana bisa sesorang mengeluarkan banyak yang dan tenaga, jika peluangnya 1:10. Ada apakah di kursi pemerintah, sehingga banyak sekali yang memperebutkannya. 

Jika dilihat dari sisi Demokrasi yang berasal dari kata demos "rakyat" kratos "kekuasaan" Bahwasanya kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat, pemerintah hanyalah sebuah tangan kanan,  penyampaian, pengatur yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat dan bangsanya. Jika tujuannya benar adanya untuk rakyat, maka dengan mudah para politis  memperoleh suara rakyat, dalam faktanya suara rakyat didengar jika ada maksud dan tujuan tertentu. Jika pada masa kampanye dengan janji manis dan tingkah sopan santun yang menggebu dengan hebatnya, tetapi jika sudah terpilih seakan lupa dengan yang dijanjikan, karena sibuk mengembalikan modal besarnya. Akan tetapi berbeda pula para politikus yang sudah mengeluarkan banyak uang yang tidak terpilih juga tidak kalah hebatnya, sehingga menjadi gila akal karena hilangnya sebuah ketulusan untuk keserakahan. 

Sampai kapan kita sadar bahwa para pemerintah memiliki banyak segelintir orang yang benar-benar memikirkan rakyat. Sudah masanya rakyat bergejolak dan merubah kebobrokan pemerintah yang hanya mementingkan kroninya. Menginginkan sebuah negara berkembang menjadi negara maju, dengan memperbaiki sistem sumber daya manusia tersebut, menenggakkan hukum dan menghilangkan sebuah budaya Money Politic yang terus bergelora. Jika kita tetap menyalahkan sebuah pemerintah yang gagal membawa kearah kemajuan, rakyat juga seharusnya bisa intropeksi diri, mengapa memilih politikus tersebut. Dalam hal kecil, jika sebuah sistem yang seharusnya berjalan tanpa adanya  uang saku, maka tidak akan ada ketergantungan dan kebiasaan tersebut. Keserakahan untuk memperoleh sesuatu adalah awal dari sebuah kehancuran. Semoga segera adanya introspeksi membangun sebuah negara maju untuk kesejahteraan bersama. 

Sabtu, 07 Januari 2023

Oligarki

 Di era modern ini, tidak dapat dipisahkan mengenai sebuah kekuasaan, menguasai, dan dikuasai, ntah kekuasaan secara mikro maupun makro. Segelintir orang kecil hanya sebuah hama, itulah bahasa kasarnya.

 Jika dilihat dari hal kecil sekumpulan orang yang sedang dikuasai oleh segelintir penguasa yang mengatur dan memerintah untuk bisa survive selama beberapa hari dengan hal yang jarang dilakukan kebanyakan orang, bisa dikatakan aneh dan mustahil jika dilihat dari kacamata orang awam. Karena tidak adanya akses melawan hal tersebut, mengikuti begitu saja, namun demikian hanya sementara. Proses yang masih dimulai memiliki perjalanan panjang yang akan berujung pada kebaikan, meskipun kekuasan akan terus membuntuti selama proses tersebut berlangsung. 

Tikus yang bisa dikatakan sebagai hama, menjijikan dan menggelikan akan tetapi bermanfaat bagi ekosistem yang ada di persawahan dan menjadi sebuah makanan bagi elang dan ular, jika tidak adanya tikus maka ekosistem tersebut akan punah, karena pada dasarnya siklus ekosistem akan berputar terus- menerus. Jika tidak adanya salah satu dari ekosistem tersebut akan pincang ataupun terhenti. Sama halnya hama yang penulis sebutkan diawal hama tidak selamanya merugikan ada kalanya menguntungkan jika dikelola dengan baik dan pada masanya ia tumbuh menjadi lebih baik dan meneruskan hal yang seharusnya tetap dilakukan. 

Jika dilihat dari sisi makro kenyataan didalam negeri ini terus berlanjutan. Para penguasa seolah mengelabui masyarakat kecil. Penguasa tidak hanya pemerintah, akan tetapi diatas pemerintah masih banyak dalam tanda kutip diatas penguasa masih ada penguasa yang hanya menginginkan kepuasan kelompok-kelompoknya. Sehebat apapun janji tersebut akan terasa acuh begitu saja, karena pemenang masih ditunggangi oleh sang Maha penguasa negara. 


Pawon: Peparing Mawon Acara Memperingati Satu Suro Di kaki Gunung Arjuno

17 Juli 2023 Pukul 15.20 saya dan rombongan tiba di pos 1 Ontobugo. Kegiranganlah saya, setelah beberapa hari berada pada rimba ...