Teringat omongan pak Budiman, bahwa mayoritas warga dusun Tambak Watu, seorang petani kopi. Pernyataan saya lagi-lagi adalah, apakah warga mengelola menjadi bubuk kopi itu sendiri? Ntahlah.
Ternyata dalam perjalanan menuju Arjuno banyak sekali tanaman kopi membentang dari ujung hingga ke ujung. Mulai dari jalanan berbeton yang diawali dengan gapura konstrad. Disana saya merasakan suasana asri, tenang dan banyaknya pohon Pinus dengan beberapa tanaman kopi di sepanjang jalur.
Menapaki jalanan berbatu dengan beberapa area tanah menanjak tidak terlalu miring hingga pos 1 Goa ontobugo dan pos 2 Tampuono diatas 1300 Mdpl. Kontur jalan yang mulai terbuka dan matahari mulai menyengat tubuh, ditambah aroma kopi yang khas.
Di sepanjang jalur pendakian pos 1 hingga pos 2, tanaman kopi semakin lebat, bentuknya sama seperti tanaman kopi lainnya. Berupa bulatan kecil, tiap satu ujung tangkai terdiri dari 5 hingga 10 biji kopi. Warnanya bervariasi ada yang sudah matang berwarna merah kecoklatan, dan hijau, hingga kekuningan menandakan kopi belum matang. Tanama tumbuh kira-kira 2-3 meter saja. Daunnya seperti daun pohon mangga, dengan diameter 3 cm, dengan panjang 5-10 cm. Hal yang menarik bagi saya adalah, tanaman kopi tersebut memiliki kerutan garis lengkung seperti buah semangka mini. "Ini to, buah kopi," coba saja, itu Cherry habis sudah dimakan pendaki.
Sebuah anugerah lereng Arjuno yang subur bagi petani kopi. "Huamm, Alhamdulillah," sejenak menarik nafas perlahan.
Selang beberapa hari setelah melawan dingin dan beringasnya rimba Arjuno. Terhitung 5 hari saya dan rombongan berada pada dekapan Arjuno. Mulanya estimasi hanya 3 hari, kejadian demi kejadian akan saya ceritakan nanti.
Perlahan menuruni setapak demi setapak jalur pendakian menuju pos 1, kontur bebatuan dan aroma kopi yang khas menemani. Sembari berjalan perlahan dan menunggu teman-teman dibelakang, saya menyeletuk petani kopi yang kebetulan sedang bersantai tepat di pinggir kebun kopi. "Monggo pak," bapak mengijak usia senja itu menjawab dengan ciri khas orang Jawa yang lemah lembut, yaitu The Power Of "Monggo"
"Punika, kopi niki diproduksi warga sedoyo nggi pak?," Akhirnya pertanyaan yang menggeluti isi kepala selama beberapa hari terlontarkan. Bapak tersebut menjawab ditengah-tengah matahari tak semenyengat di siang bolong. "Mboten mas, punika kopi niki, disetoraken teng PT Kapal Api," rasa penasaran itu akhirnya terjawab.
Saya mengira warga sekitar juga mengelolah menjadi bubuk kopinya sendiri. "Mungkin beberapa saja," batinku. Namun rasa penasaran menikmati kopi khas Arjuno belum terpecahkan. Bukan tidak mungkin daerah penghasil kopi Arjuno tidak menjual secangkir kopi Arjuno kan?
Sesampainya di basecamp perizinan, Cahaya matahari semakin meredup, lampu-lampu rumah mulai menyala perlahan. Saya bergegas berkemas dan membersihkan diri, sembari melakukan shalat magrib di mushalla yang tak jauh dari basecamp.
Terlihat dari kejauhan teman-teman berjalan menuju warung Mbah Ji yang terpampang jelas foto beliau. Letaknya tepat di depan basecamp. Saya hampirilah mereka, beberapa cangkir kopi hitam, wedang jahe, wedang cokelat milo telah nampak dihadapan tubuh yang lelah ini. Oh ya sebelumnya, saya telah menitipkan pesanan kopi khas Arjuno ini kepada senior saya, yang akrab di panggil Mas Hilmy.
Saya ambil secangkir kopi Arjuno secara perlahan, masih panas rupanya. "Huamm, aroma yang khas," batin saya menduga, seperti kenal aroma kopi ini. Saya rasakan aromanya beberapa kali, sembari menunggu hangat. "Slurppss, sshshhh, kopi Arjuno," tak menyangka rasanya sama persis dengan kopi kapal api. Kebetulan saya kerap meminum kopi kapal api, sehingga hafal dengan rasa dan aromanya. Teringat omongan petani kopi di jalur pendakian tadi, salah satu pemasok kopi merek kapal api adalah kopi khas lereng Arjuno.
Biji kopi yang ditanam diatas 1000 Mdpl itu, tidak lain tidak bukan sama persis dengan kopi bermerek kapal api. Rasa khas masam, pait, dan manis pas menjadi satu yang terasa kala itu. "Sssstt, mas jangan ramai-ramai nggi, ada kopi bubuk." Celoteh bapak tua yang membubarkan lamunanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar