Konflik wadas terjadi karena, penambangan yang akan dilakukan di Desa Wadas yaitu tambang batu andesit, digunakan untuk bahan baku pembangunan Bendungan Bener yang terletak di Desa Guntur masih satu wilayah di Purworejo. Masyarakat wadas menolak penambangan tersebut karena, lahan-lahan tersebut menjadi ladang pekerjaan mereka, jika lahan tersebut diambil maka, masyarakat akan kehilangan salah satu sumber mata pencaharian-nya yaitu sebagai petani tidak hanya itu, dampak dari penambangan bagi masyarakat Desa Wadas tidak bisa dipungkiri bisa membahayakan kehidupan kedepannya, karena setiap ada pertambangan akan mempengaruhi kondisi alam dan bisa menyebabkan bencana alam yang tak terduga.
Pemerintah memilih Desa Wadas dikarenakan jaraknya lebih dekat dengan lokasi pembangunan bendungan bener, dan Wadas berpotensi dengan hasil Batu andesitnya dan dibangunnya Bendungan Bener tersebut akan digunakan sebagai lahan pengairan irigasi pertanian, perkebunan di daerah tersebut, yang bisa bermanfaat secara luas bagi keberlangsungan agraris masyarakat daerah tersebut. Namun kesalahan yang dilakukan pemerintah daerah ialah melakukan tindakan represif, paksaan terhadap masyarakat Desa Wadas untuk menjual tanahnya untuk penambangan baru andesit. Segala proyek pengembangan apapun itu tidak seharusnya menggunakan cara yang dianggap merugikan masyarakatnya, yang ada masyarakat akan bergejolak, menolak dengan tegas proyek tersebut dan realita yang terjadi di desa wadas adalah paksaan, sebuah awal dari kekeliruan, jika pemerintah melakukan pendekatan humanis maka masyarakat akan bisa menerima dengan berbagai pertimbangan dan solusi kedepannya yang dilakukan pemerintah.
Berkaitan dengan Teori hegemoni, terdapat masyarakat yang pro dan kontra terhadap penambangan desa wadas, karena beberapa kepentingan atau ada campur tangan terhadap masyarakat pro yang mendukung penambangan tersebut. Pro dan kontra menurut penulis akibat dari ada yang menerima ganti rugi dan belum menerima, dan seharusnya jika proyek penambangan tersebut untuk kepentingan bersama, pemerintah bukan memberikan ganti rugi lahan masyarakat wadas, melainkan membelinya dengan harga yang sesuai dan merata. Maka dari itu timbullah konflik terdapat perbedaan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat desa wadas yang dimana pemerintah dan masyarakat wadas berbeda kelas, dan mengerahkan pihak kepolisian untuk berdatangan ke desa wadas, yang membuat ketakutan masyarakatnya karena hal itu pernah mereka alami juga sebelumnya, namun masyarakat desa wadas juga berhak menolak penambangan tersebut, karena itu lahan milik mereka dan hak mereka. Seperti hal pada umumnya strata kecil sering tertindas oleh strata besar yang terus menerus terulang. Pemerintah dan masyarakat wadas harus bisa bernegosiasi, membicarakan jalan tengah menguntungkan keduanya, terutama masyarakat wadas, karena jika lahan desa wadas dibeli maka masyarakat kehilangan mata pencahariannya dan hanya diberikan uang hasil penjualan lahan tersebut. Menginggat kejadian di Tuban, desa milyader dadakan, yang dimana masyarakat antusias tanahnya dibeli untuk kepentingan tambang minyak pertamina, namun nyatanya sekarang masyarakat desa milyader tersebut kembali menurun, karena mereka foya-foya dan uangnya habis, mereka kebingungan apa yang dikerjakan lagi. Jika tidak ingin kejadian itu terulang kembali, masyarakat desa wadas jika jadi penambangan tersebut, pemerintah ikut serta mengarahkan yang akan dilakukan masyarakat wadas agar tidak konsumtif dan menggunakan uang hasil lahan tersebut untuk jangka panjang maupun diolah kembali dengan cara membeli lahan kembali, mengasah skil dan minat bakat, mengembangkan desa wadas yang menghasilkan uang berkali-kali lipat. Serta jaminan dari pemerintah bahwa penambangan tersebut bisa diminimalisir dampak bagi kehidupan masyarakat wadas kedepannya.
Salam literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar